Monday, October 30, 2006

Jogja pagi ini

Delapan pagi matahari mulai agak tinggi, sepeda motor kembali salip menyalip silih berganti, sesekali mobil pun tidak ingin kalah mencoba mendahului kendaraan di sebelahnya.

Perempatan kentungan, tidak seperti beberapa hari yang lalu, mulai terasa padat dengan kendaraan yang tertahan di lampu merah menunggu giliran untuk melanjutkan perjalanan.

Ya, hari ini hari pertama kembali beraktifitas setelah sekitar 10 hari meredam beberapa kegiatan, mempersiapkan hari kemenangan, dan saling mengunjungi kerabat serta handai taulan. Hari ini sepertinya akan dimulai lagi persaingan, kejar mengejar, dan -maaf- saling menjatuhkan. Entah mengapa, seperti juga periode setelah lebaran tahun-tahun sebelumnya, perlahan tapi pasti ritme itu terasa kembali. Awalnya agak malu-malu karena terbiasa menahan diri selama sebulan, tetapi hari demi hari minggu demi minggu semua perlahan kembali kepada keadaan semula lagi.

Lepas dari perempatan kaliurang, perjalanan menjadi semakin sulit, semakin banyak pengendara ingin segera sampai di tempat tujuan. Jadi inget keadaan sebelum puasa, seperti tidak ada perubahan. Emosional, buru-buru, menghalalkan segala cara, salip kiri kanan, klakson tiada henti. Huh.. capek...

Sampai di tempat tujuan, ealah....... saya pikir saya terlalu pagi, karena parkiran yang biasanya penuh sesak serasa lengang. Ternyata memang yang datang baru sedikit. Apa mereka sudah lelah sikut-sikutan di sini? Dan ingin mencoba hidup dengan lebih tenang? Atau sedang mengumpulkan energi di tempat asalnya masing-masing untuk memberi gaya sikutan yang lebih besar?

Ah mudah-mudahan saja puasa kali ini mengubah mereka menjadi lebih baik... Allahu'alam

Thursday, October 26, 2006

manusia laki-laki sepi

Siapa bilang berada di antara hingar membuat orang tidak merasa sepi? Sepi itu datang dari hati bukan? Tidak ada hubungannya dengan kebingaran di luar tubuh.
Siapa orangnya yang tidak ingin jiwanya merasa ramai, nyaman karena memiliki teman? Bahasa kerennya sih soulmate gitu...
Mudah-mudahan saya benar, seperti yang barusan saya bicarakan dengan seorang teman, mungkin kekosongan jiwa itu yang membuat laki-laki sibuk mencari pelampiasan pada pada lady escort. Satu pihak membutuhkan sentuhan, pihak lain butuh penghasilan, saling transaksi, sepakat, berangkat...
Kesibukan kadang membuat laki-laki tidak sempat memperhatikan aspek hati, sementara tanpa disadari hatinya semakin "haus". Dan keengganannya untuk tetap mengedepankan soal hati membuat laki-laki menjalin jalan pintas, beli!
Ga perlu bicara soal dosa, ga perlu bicara soal tata nilai, pemenuhan kebutuhan cukup menjadi alasan kuat untuk manusia melakukan apapun yang diinginkan.

Untuk manusia-manusia yang kesepian, sendiri, tidak bertemankan rasa, mari kita nikmati kesepian ini, kesendirian ini. Selamat menikmati....

pilihan terakhir

Mungkin banyak orang yang pernah merasakan menjadi pilihan terakhir, bukan yang pertama, tetapi yang terakhir. Diterima atau tidak, menjadi pilihan terakhir kadang menyenangkan, tetapi bisa juga sangat menyedihkan.

Menyedihkan apabila ternyata menjadi pilihan terakhir bukan karena sebagai akhir dari proses pencarian, melainkan sekedar solusi dibalik sebuah keputus asaan. Bisa dibayangkan kekecewaan sepotong kemeja yang dipakai hanya apabila di lemari sudah tidak ada lagi kemeja yang bisa dipakai. Tidak pernah menjadi pilihan pertama, saat banyak kemeja lain tersedia, tetapi selalu menjadi pilihan terakhir.

Akan menjadi sangat membanggakan apabila menjadi pilihan pertama sekaligus yang terakhir, seolah menjadi sebuah solusi yang sangat tepat.

Namun, menjadi pilihan terakhir karena sebab apapun tetaplah sebuah pilihan, pilihan yang berkonsekwensi. Meski agak sedikit menyakitkan, jauh lebih baik daripada tidak dipilih. Setuju?

Wednesday, October 18, 2006

Nyuwun Pangapunten duh Gusti...

Alunan ayat-ayat itu masih berkumandang kadang lirih kadang keras, sesekali saya dengarkan sambil bersenandung, berkutat dengan angka dan kata bersama komputer portabel itu, terkalahkan dengan suara kotak berwarna 14 inch itu, atau bahkan disela-sela mimpi.

Duh Gusti betapa kurang ajarnya diri ini....

Bahkan tanpa sadar kini Ramadhan segera berada di akhir hari...

Duh Gusti seperti yang sudah-sudah dan hanya itu yang mampu saya lakukan.... mohon ampun Gusti... Nyuwun Agengin Pangaksami

Nyuwun Pangapunten.... Gusti
Ramadhan ini ternyata tanpa sadar saya jalanin
Ramadhan ini ternyata tanpa makna saya lalui
Ramadhan ini bahkan tidak berkesan di hati
Ramadhan ini kini telah hendak pergi

Nyuwun Pangapunten... Gusti
Mohon pertemukan hamba dengan Ramadhanmu tahun depan... Gusti

Nyuwun Pangapunten

ditjari: mas djawa!

Hai!
Saya punya cerita unik, cerita tentang seorang teman, wanita pula, eh kapan ya saya bercerita tentang teman pria? padahal teman saya juga banyak yang pria lho, meski lebih banyak lagi yang wanita.

Dia, temen saya itu, pinter lho, hijrah dari bumi andalas hanya ingin mengikuti pendidikan lanjut (katanya), eh ternyata setelah sekian lama baru terbuka alasan utamanya ke Jogja, berburu Mas Djawa! Geli juga mendengarnya...

Akhirnya pendidikan itupun diselesaikan, hingga kini ia bekerja di tempat kerja yang "unik" tapi "asik". Apa kabar dengan Mas Djawa-nya? Oh tidak, ternyata lagi-lagi tidak ada satupun mahluk berwajah blangkon berhati surjan yang mengisi hatinya, entah untuk sesaat apalagi untuk selamanya? Begitu katanya.

Wahai Mas Djawa, datanglah...
datanglah mengisi hatinya...
mungkin untuk menyenangkan ibundanya?
tapi kan Mas Djawa tidak menikah dengan ibundanya?
Lalu, untuk apa Mas Djawa?

Ah Mas Djawa... Mas Djawa
Keluarlah..
Keluarlah agar mampu ditemunya
Ya Mas Djawa ya...



PS: meski tidak 100 % benar, tulisan ini sekaligus berlaku iklan buat para Mas Djawa, hubungi saya yah!



"dedicated to Rm"