Thursday, July 20, 2006

kehilangan

Hidup penuh perjuangan? Pasti setuju!? dan kita perlu berjuang untuk tetap hidup. Aneh bukan? Tetapi semua merupakan satu keterkaitan yang tidak bisa dilepaskan. Karena satu tujuan, kita ingin tetap hidup.

Dalam hidup sesuatu datang, kemudian pergi. Lalu sesuatu itu datang lagi dan entah akan pergi atau tidak untuk kesekian kali. Itulah kesempatan, permasalahannya adalah ketika kita tidak mampu memanfaatkan kesempatan itu. Adakalanya kita tidak menyesal, namun sering juga kita menyesali tatkala tidak mampu memanfaatkan kesempatan itu sebaik-baiknya. Kesempatan yang baik maupun yang jahat, tetap akan memiliki sisi manfaat bagi tiap individu bukan?

Ketika Einstein menemukan teori relativitas, seharusnya ia sadar bahwa jauh sebelum itu teori itu sudah diuji sebelum ia lahir dengan berbagai nama sunatullah, yin-yang dan sebagainya. Tapi mengapa bahkan setelah dengan penjelasan ilmiah kita -saya- tetap memiliki rasa bimbang akan sesuatu.

Masih ingat betapa gundahnya ketika pertama kali kita kehilangan uang di saku, dompet atau tempat penyimpanan lain? Pernahkah saat itu otomatis terlintas pikiran bahwa uang itu hanya berpindah tempat - pindah pemilik dan sebagainya? Tetapi untuk beberapa waktu kemudian kita menjadi semakin bijak untuk menyikapi sebuah kehilangan, sebuah kesempatan yang pergi. Lalu muncul banyak contoh, kehilangan harta, benda, teman bahkan pacar. Pelan-pelan kita pasti bisa melupakan kejadian-kejadian buruk itu. Benar tidak?

Well, saya cuman ingin mengajak kalian semua -tentunya juga diri saya sendiri yang kadang sangat tidak mampu melupakan sebuah kehilangan- untuk lebih bijak menyikapi setiap kesempatan yang hadir dalam hidup ini.

Sunday, July 16, 2006

si kembar Sindhoro - Sumbing

Hari itu, rabu pagi, saya bangun kesiangan, entah kenapa malas sekali bangun dan saya seketika tersentak saat melirik jam di HP yang sudah menunjukkan pukul 6.55 wib. Padahal saya harus mengejar bus pagi-pagi sekali untuk ke wonosobo. Akhirnya sepeda motor jadi pilihan utama karena itu satu-satunya pilihan agar saya bisa segera sampai di wonosobo. Dan 1 jam berikutnya saya sudah mulai memacu sepeda motor dengan kecepatan rata-rata 80 km/jam. Tidak terlalu laju memang untuk ukuran perjalanan keluar kota. Tapi memang hanya itu kemampuan rata-rata sepeda motor saya, sesekali saya masih bisa mencapai 100 km/jam namun hanya di jalan-jalan yang panjang dan lurus.

Awal-awal perjalanan agak membosankan. Rute Jogja-Magelang memang beberapa kali saya tempuh dengan sepeda motor. Sebenarnya rute Jogja-Wonosobo juga bukan rute baru buat saya karena dulu saya pernah juga ke kota itu dengan "seseorang dari masa lalu". Ah jadi sedikit membuka memori, meski saya menikmatinya (tentu saja). Karena itu akhirnya saya memutuskan untuk lewat kota Temanggung, tidak memotong di Borobudur yang -katanya- lebih dekat.

Bersenandung, sesekali ngobrol sendiri dan kadang juga memaki pengguna jalan yang lain saya lakukan untuk mengisi kesepian, ya saya sendirian saat itu. Sendiri menyalip bis antar kota yang kadang egois, sendiri menyalip mobil yang saya sendiri heran mengapa dia jalan pelan sekali. Masuk kabupaten Temanggung hawa mulai dingin, sosok gunung kembar sindhoro - sumbing tampak jelas karena pagi itu cuaca sangat cerah. Beberapa kali saya menyalip kendaraan roda empat ataupun roda dua yang memakai plat AB, ah saya punya teman ternyata. Lepas dari kota Parakan menuju kota tujuan saya hawa makin dingin, kebun tembakau mulai terlihat banyak di sepanjang jalan. Puncak sindhoro yang lebih gersang dibanding "saudaranya" sumbing juga makin jelas. Ugh, menyesal saya hari ini tidak membawa kamera. Padahal biasanya saya bawa kemana-mana. Hamparan kebun tembakau di sepanjang tepi jalan yang menanjak terjal, ditambah udara dingin membuat saya berhenti sejenak untuk menikmati pemandangan. Hijau dan segar, ingin rasanya berlama-lama karena seakan dunia saya berhenti disini, seakan ingin berlama-lama di tempat seperti ini. Bahkan truk-truk bermuatan yang melalui jalan tersebut sambil mengepulkan asap tebal dari knalpotnya seaakan tidak berasa saking segarnya. Tapi saya tidak bisa, ada tanggung jawab lain yang harus saya lakukan.

Akhirnya saya tiba di gerbang kabupaten Wonosobo. Rasanya saya benar-benar berada di tengah-tengah gunung itu, udara yang dingin, segar, dengan hamparan kebun teh yang tertata rapi benar-benar mengundang rasa betah. Lagi-lagi saya sejenak berhenti untuk menikmati sejenak suasana daerah tersebut. Matahari mulai tinggi, namun segar masih menyelimuti daerah itu. Benar-benar menyenangkan. "Si kembar" Sindhoro - sumbing serasa meyilahkan tangan untuk mempersilahkan saya melalui mereka. Kemudian akhirnya saya masuk kota Wonosobo setelah menempuh perjalanan kurang dari 2 jam. 2 jam yang tidak berasa buat saya.

Pekerjaan saya hari itu tidak terlalu berat karena saya sudah pernah melakukannya di tempat lain. 2 jam diskusi dengan orang-orang rumahsakit juga tidak saya anggap sebagai beban. Perjalanan saya di kota itu saya tutup dengan menyantap sepiring ups... 2 piring gulai kambing yang cukup mengganjal perut saya yang ternyata terasa lapar. Dan yang lebih menyenangkan saya hari itu adalah bahwa perjalanan saya tidak sia-sia. Memori masa lalu yang terkenang kembali, kesegaran suasana, keindahan alam, semuanya benar-benar menyenangkan buat saya. Sayang, saya lupa menyelipkan kamera di saku backpack saya. Terima kasih ya Allah, terima kasih AB 3947 DI, terimakasih backpack hitamku tercinta.

Haha... mungkin banyak dari teman-teman yang tidak bisa membayangkan karena saya kurang pandai mendeskripsikan keadaan di sana, saya sarankan untuk mencoba rute itu dan sedikit ditambah ke arah pegunungan dieng. Dahaga kalian akan keindahan pasti terpenuhi, saya garansi 100 %.

Thursday, July 06, 2006

nyanyian duka di rumah sepi

“Ibu, adek mau permen”


“Oh, nanti yah dek Ibu masih sibuk”


“nggak mau! sekarang bu!”


Terdengar suara tangis anak kecil sambil merengek pada ibunya

”ibu, adek mau dibawa kemana”


”adek nakal! harus di hukum!”


”ibu ampun ibu, sakit ibu”

”ibu jangan dipukul lagi ibu, sakit ibu”

”ibu tangan adek sakit”

”ampun”

”sakit”


”anak nakal harus di hukum, ngerti!”


”iya bu,ampun, adek minta maaf”

“maafin adek bu”

“adek ga kuat bu, sakit bu, ampun bu”


“tidak ada ampun untuk anak nakal”


”ibu.......”


....


....


....


....


”adek?”

”adek bangun adek”

”adek!”

”jangan pergi adek, jangan pergi”

”adek....”


Tubuh anak kecil itu terdiam, membisu untuk selamanya di tangan ibu kandungnya sendiri, hanya karena hal yang sepele.

Tuesday, July 04, 2006

kisah cinta juminten

Juminten memejamkan mata saat tubuh besar di bawahnya melenguh panjang kemudian melemah dan terdiam. Ia tidak menikmati sentuhan ini, tetapi ia tetap menjalaninya sambil terus berusaha mencari kepuasan untuk dirinya sendiri. Namun, kadang ia juga ditinggalkan seperti sekarang ketika pasangannya mencapai puncak terlebih dahulu.

Juminten sadar bahwa setelah hari ini ia akan ditinggalkan. Seperti lelaki-lelaki sebelumnya, ia menghapal gerak-gerik lelaki-lelaki itu. Diawali komunikasi yang mulai menurun kualitasnya, disusul kuantitas, lalu kemudian nyaris hambar. Pertemuan-pertemuan pun mulai tanpa sesuatu yang bisa dianggap sebagai pertemuan istimewa selain hubungan badan yang memang tujuan dari pertemuan itu.

Selalu saja sama, tiba-tiba handphone-nya berdering dengan suara seseorang di ujung sana ingin datang ke kos Juminten. Lalu tidak lama kemudian kamarnya diketuk, dan seorang pria masuk sembari perlahan menutup pintu. Tidak ada basa-basi, seperti awal hubungan mereka dulu. Tidak ada rayuan indah seperti saat mereka saling menyukai dulu. Entah bagaimana selalu seperti itu dan berakhir dengan lenguhan dan basah oleh butiran keringat. Dan seperti yang sudah-sudah dalam diamnya menerawang langit dengan tubuh tanpa busana Juminten selalu bingung ingin menikmati atau justru menghindari hubungan seperti itu.

Juminten seorang wanita muda yang cantik, sederhana, cerdas dan bersahaja. Dalam kehidupannya ia seorang mahasiswi yang cukup pandai, punya banyak teman, bahkan pekerja part time di sebuah institusi sosial yang cukup cakap. Namun sayang kehidupan cintanya tidak sebaik kehidupannya yang lain. Beberapa lelaki pernah dekat dengannya dan mereka semua ”berhasil” menidurinya. Kebaikan hati dan totalitas Juminten dalam berhubungan dengan memberikan semua apa yang ia miliki ternyata hampir selalu dimanfaatkan oleh pasangannya untuk menikmati tubuh moleknya. Bandi, Nyoto, Handoko, dan beberapa nama lagi pernah hadir dalam hidupnya. Tidak perlu ”i love u”, tidak juga ” i miss u” atau kata-kata indah lain, ketika pasangannya meminta Juminten selalu memberikan. Cukup aneh tetapi Juminten menikmati, pada awalnya. Namun semua akhirnya sama, bosan dan kemudian meninggalkannya. Dan kemudian Juminten sendiri lagi untuk beberapa waktu ke depan.

”untuk apa tubuh ini, hanya untuk dinikmati laki-laki kah?”

Tertegun Juminten berdiri telanjang di depan cermin kamarnya ketika laki-laki itu telah meninggalkannya sendirian. Rambutnya masih berantakan, beberapa bekas memerah tampak di sekitar payudara indahnya. Juminten meraba payudaranya kemudian.

”cintakah aku pada laki-laki yang baru saja bercinta denganku?”

”tidak aku tidak mencintainya”

” aku kasihan padanya”

”tapi mengapa aku selalu tidak bisa menolak saat dia datang, saat dia mulai menyentuh tubuhku?”

Juminten terduduk dan menangis. Selanjutnya kenangan pengalaman yang baru saja di alami membuat tubuhnya bergidik, kulitnya seakan gatal, dan perutnya mual.

Sore itu kembali Juminten menangis tersedu di kamar mandi setelah berjam-jam menggosok tubuhnya namun gatal di kulitnya serasa tidak hilang, entah beberapa kali ia muntah, tetapi mualnya selalu datang. Dan yang mampu dilakukannya hanya menangis hingga sepi menyelimuti dan gelap hari menaungi hingga tanpa sadar ia telah berada di tempat tidur, sendiri, tanpa busana, dan terlelap tanpa mampu berharap cinta yang lain esok hari karena laki-laki itu baru saja mengirim pesan singkat ke handphone-nya.

”sorry i have to go, thanks for everything”

Sunday, July 02, 2006

tentang maaf

teman..

kadang pembicaraan mungkin kelewat batas,
kadang becanda seperti melebihi yang seharusnya,

akibatnya?

salah paham jadi bumbu perusak rasa
salah duga tumbuh dan berkembang menjadi bibit2 benci


teman...
maafkan saya kalau ada salah kata
ada becanda yang berlebihan
ada tutur yang menyakiti hati

dengan ikhlas saya mohon maaf... mudah2an
dimaafkan dengan ikhlas pula..

terima kasih buat yang telah membaca...
ajari saya menjadikan meminta maaf selalu menjadi bagian dari hidup saya...
dan tuntun saya memberi maaf sebagai pelengkap hidup saya...