Wednesday, September 15, 2004

Sabtu lalu saya dan beberapa orang teman berlibur ke Tawangmangu, pasti banyak yang sudah pernah mendengar daerah ini. Sebuah daerah yang suhunya lumayan dingin untuk ukuran Indonesia, semacam daerah peristirahatan untuk melepas ketegangan selama sepekan bekerja. Seperti biasa, perbekalan saya yang standar adalah sikat gigi, kaus, dan buku bacaan. Bahkan sabun, shampo sampai handuk pun saya pinjam milik teman saya. I'm addict to reading book, karena itu kemana-mana saya usahakan membawa buku meski itu buku pinjaman. Disinilah awal catatan saya.
Anda mengenal salah satu perilaku orang Indonesia dalam membaca? Yaitu gemar sekali membaca, namun kurang gemar membeli buku. Dan anda boleh tertawa karena saya termasuk dalam golongan ini. Memang sesekali saya membeli buku, paling tidak 1 bulan 1 buku. Tetapi saya juga tidak melupakan teman-teman yang punya banyak koleksi untuk kemudian saya pinjam bukunya yang bagus.
Dalam perjalanan ini saya membawa 2 buku yang "lumayan" karena keduanya saya pinjam dari adik saya yang bungsu. "Libby" dan "Sheila", satunya novel dan yang lain kisah nyata. Beberapa waktu terakhir saya masih terpukau dengan kesempurnaan cerita "Libby" meski tokoh yang dimunculkan disana terlalu "wah" buat ukuran saya - kalau tidak salah ini pernah saya bahas di catatan terdahulu-. kemudian "Sheila" sebuah kisah nyata tentang sebuah kesabaran dan perjuangan. Tapi, ternyata saya tidak berhasil menyelesaikan kedua buku itu di Tawangmangu, beberapa teman saya menyukai buku itu. Dan akhirnya saya mencari kesenangan lain, menikmati mendung sore hari.
Ya, sore itu ketika saya berdiri di balkon dan melihat ke arah barat, di bawah terbentang kota Karanganyar dan kota Surakarta, indah. Namun ketika pandangan saya arahkan ke ufuk barat, masya Allah, mendung sore itu membuat nuansa keindahan alam yang tiada duanya, membentuk segaris cahaya laksana api yang berliku-liku, mirip perjalanan lava yang keluar dari puncak gunung meletus. Pada momen lain, terlihat cahaya matahari menerobos di tengah awan yang berlubang, memandangnya seperti melihat sebuah kapal angkasa super besar yang sedang memancarkan sinarnya ke bawah. Hebat...padahal itu baru di hasilkan oleh sekelompok awan mendung.
Mendung itu...mendung yang sama dengan mendung-mendung yang lalu, yang kemarin, dan yang akan datang. Mengapa dia bisa begitu indah? Ini yang membuat saya berpikir bahwa dalam setiap kesuraman tentu ada keindahan yang hanya bisa dinikmati oleh orang yang memahaminya. Pepatah tua mengatakan "selalu ada hikmah dari setiap kejadian" bahkan oleh mendung sekalipun. Mendung.. keindahan tersembunyi yang membawa ketakjuban dalam hati .. mendung ...

1 Comments:

Blogger jesse said...

Itulah alam. Penuh dengan keindahan. Say, daerah mana sih tempat yang kamu pergi ini? Di Malang yah? Inform me ok. I'll be there on this coming december. Travell dari Jkt - Bogor - Puncak - Bandung - Ygy - Surabaya - Bali - Kuala Lumpur. Hope i can see you tapi biarkanlah .... kalau bisa ketemu yah ketemu lah kita .. kalau ngak ... lain kali aja... :)

6:44 PM  

Post a Comment

<< Home