Sunday, April 09, 2006

pelacur itu temanku....

malam itu saat saya dan anda sekalian sedang tertidur di peraduan masing-masing, seorang teman bersimbah peluh dan menyanyikan rintihan nafsu bersama lawan jenisnya yang mungkin baru dia kenal beberapa jam yang lalu. Saya kenal salah satu dari mereka, tanpa sengaja dan bukan karena pengembaraan saya masuk ke dunia nikmat itu. Banyak hal yang menggelitik rasa ingin tahu saya di luar sana, kali ini kehausan ingin tahu saya sedikit terpercik air dari dunia mereka. Tidak perlu saya sebut nama mereka, ya saya kenal beberapa orang dari mereka, sekali lagi silahkan anda mengambil kesimpulan sendiri apakah saya pernah bergumul nikmat dengan mereka atau tidak.

…dosakah yang dia kerjakan?
…sucikah mereka yang datang?

penggalan bait lagu Ibu Titik Puspa cukup mewakili rintihan jiwa mereka yang hampa, kosong tak bernyawa. Uangkah yang mereka cari? Nafsukah yang mereka umbar? Saya tahu ketika kita bicara tentang wanita penghibur,selalu ada unsur duniawi disana dan itu adalah uang dan nafsu. Tetapi benarkah hanya itu yang mereka cari? Apakah tidak sebaiknya kita urungkan niat untuk menghakimi mereka lebih dini?

Ditinggalkan pacar, setelah mereka berbagi syahwat bersama mungkin cukup bisa memancing seseorang untuk mengulangi pengalaman-pengalaman badaniah itu, dan …. kalau bisa dijual, kenapa harus gratis?

Ada yang butuh duit untuk membiayai keperluan kuliahnya, salahkah dia? Tujuannya mulia bukan? Kemanakah kita ketika orang-orang seperti dia butuh pertolongan? Lalu ketika dia memilih jalan ini kita menghakiminya, adilkah kita?

Saat bersama seorang pria dia merasa dimanja, dia merasa berarti, ketika hasrat yang tertahan itu mampu terlepaskan membuat dia seperti melepas emosi yang selama ini membelenggu hidupnya karena tinggal dengan keluarga diktator dan radikal. Dorongan orgasmusnya membuat dirinya merasa di-recharge kembali dan mengembalikan semangat hidupnya, meski untuk sementara waktu

Kemanakah dosa? Kemanakah norma? Tolong jangan bicarakan itu padanya? Tidak sedikit dari mereka yang dating dari keluarga religius, pula yang tadinya santri. Tetapi mengapa mereka memilih jalan tersebut? Tolong… sekali lagi tolong jangan hakimi mereka.
Mereka orang-orang yang juga beragama dan sadar akan dosa. Tetapi mungkin saja mereka khilaf dan lupa tentang itu semua ketika kebutuhan-kebutuhan mereka mulai memenuhi otak dan menutupi kesadaran mereka.

Kemana akal sehat mereka? Bodohkah mereka? Lalu ketika pelakunya mahasiswi sebuah universitas negeri terkemuka di pulau jawa bahkan indeks prestasinya cumlaude, apakah dia tidak memiliki akal sehat?
Sebagai orang cerdas, mereka pasti sudah mempertimbangkan masak-masak pilihannya tersebut, dan mereka akan bertahan dengan pendapatnya ketika ada orang lain yang menyerangnya, karena mereka benar-benar menikmatinya.

Merekalah beberapa orang teman saya, ada yang malu-malu menceritakannya adapula yang tanpa tedeng aling-aling membuka kisah kebenaran dirinya. Mohon maaf kepada anda sekalian, saya bukannya memihak mereka lalu kemudian membenarkan kegiatan syahwat mereka. Saya hanya ingin berbagi cerita sedikit yang pasti banyak diantara kita juga memiliki cerita sejenis. Saya hanya ingin semua sadar bahwa mereka adalah teman saya… teman anda… teman kita…

… apa yang terjadi terjadilah…
… yang dia tahu Tuhan menyayang umat-Nya…
… apa yang terjadi terjadilah…

Pandega Duta, 03 April 2006, 10.00 wib

2 Comments:

Anonymous Anonymous said...

kita selalu dihadapkan pada pertanyaan yang tak terlihat : kemana kita datang dan kemana kita akan pergi. itulah yang menjadikan orang mencari kambing hitam

4:54 PM  
Blogger Youth Die said...

pertanyaannya terlihat kok.. cuman kita itu pura2 ga liat..

iya kan?

11:15 PM  

Post a Comment

<< Home