Wednesday, August 24, 2005

Penjelajah Malam

Setelah sekian lama tidak menikmati kehidupan malam saya, ada rasa kerinduan untuk mengalami kembali. Merasakan dingin malam yang menusuk, angin malam memeluk tubuh, hingga kesunyian jalan yang menggoda untuk memacu kendaraan supaya lebih cepat. Tapi malam ini, seperti juga dulu, saya sangat ingin menikmatinya tanpa berharap melepaskan satu momen pun. Perlahan saya mulai memperhatikan kehidupan di sekitar daerah yang saya lalui.

Para pekerja di warung tenda yang bersiap-siap mengemasi barang dagangan mereka tampak sibuk bekerja di tepi jalan dan bertelanjang dada. Bayangkan, bertelanjang dada! Apalagi suasana Jogja yang sedang dingin-dinginnya dan mereka hanya bertelanjang dada. Padahal dengan sweater dan tas yang saya letakkan di depan saja tidak mampu mengurangi rasa dingin yang merasuk dalam tubuh saya, apalagi bertelanjang dada !? Mboten mawon !!!

Di sudut lain tampak ibu tua penjual wedang ronde terkantuk karena sepi mulai menjadi teman dalam sepinya karena tidak ada pelanggan yang menghampiri. Sekilas saya tertarik untuk menepi, memesan semangkuk wedang ronde. Mmmm, menghirup aroma jahe, panas, dengan asap yang sedikit mengepul, seakan membuat saya lupa bahwa ini sudah malam hari. Tanpa meperdulikan kesendirian, saya menikmati semangkuk itu seperti tak ingin kehilangan momen. Dan ibu tua itu bersenandung lirih mengikuti langgam jawa dari radio bututnya, saking lirihnya saya tidak dapat mendengar secara jelas. Cukup lama saya duduk termenung di sini, selintas muncul memori-memori yang pernah ada di kota ini, memori indah hingga memori gila yang membuat saya cukup larut dalam kesendirian saya. Tanpa sadar, ternyata saya sudah menghabiskan 3 mangkuk wedang ronde! Hangat!

Dalam perjalanan pulang saya bertemu dengan pedagang-pedagang sayur yang mulai menata dagangannya di tepi-tepi jalan sekitar pasar. Agak sedikit lega ketika menemui keramaian kembali. Maklumlah saya juga manusia jadi kadang was-was juga kalau harus melintas di tempat sepi sendirian. Di jaman yang serba susah ini segala sesuatu mungkin saja terjadi.

Yah, akhirnya saya harus mengakhiri perjalanan malam ini karena hampir pagi. Harus di akui bahwa dalam setiap perjalanan saya menemui orang-orang hebat yang berjuang untuk hidup mereka. Mereka hanya mengerti bekerja dan bekerja. Mereka tidak peduli bahwa nilai rupiah telah menembus angka 10.000 Rupiah per 1 USD, atau betapa sibuknya para ahli di PLN untuk menghitung dan membagi daya listrik sehingga tidak terjadi pemadaman listrik yang berarti melumpuhkan sebagian kemampuan ekonomi yang bergantung padanya. Saat pagi datang mungkin mereka tertidur, tetapi siang dan sore hari mereka telah mulai bekerja kembali bersiap-siap menemani penjelajah malam yang lain. Dengan ikhlas mengumpulkan rupiah demi rupiah mereka, untuk hidup mereka dan anak-anak mereka.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home